Bohong
kalo ada yang bilang kebebasan itu nyata.
Bohong
kalo ada yang bilang kebebasan itu tepat pada artinya.
Perlihatkan
padaku kalo benar kebebasan itu ada.
Perlihatkan
padaku sosok seseorang yang betul-betul merasakan kebebasan.
Katanya ini negara merdeka, tapi tak satupun kulihat
tanda-tanda kemerdekaan di rakyatnya.
Katanya ini negara merdeka, sudah tak ada kekangan dan
semua orang bisa berdemonstrasi, berbicara dengan semaunya.
BULLSHIT!!!
Lihat orang-orang yang menjadi pembantu, mereka tidak
merdeka...mereka masih saja harus dijajah oleh orang luar yang berkedok majikan
di negara ini.
Lihat para demonstran yang katanya bebas, mereka masih
saja takut untuk sekedar mengaspirasikan secara gamblang suatu pendapat sendiri
tanpa harus membawa massa.
Lihat para anak yang mestinya sudah bebas karena mereka
punya KTP yang menandakan mereka telah dewasa, tapi mereka masih saja dilarang
mengekspresikan apa yang mereka inginkan dengan jalan dan c ara yang mereka
mau.
Kebebasan itu hanya sebuah kata, tidak akan pernah ada
realisasi nyata.
Katanya bebas melakukan apa saja, tapi tetap harus
sesuai aturan dan tak melanggar norma-norma yang katanya demi kepentingan
bersama padahal kalo diteliti lebih jauh hanya untuk kepentingan perseorangan.
Katanya bebas berteman dengan siapa saja, tapi tetap
harus liat latar belakang keluarga, latar belakang pendidikan, sejarah
hidupnya, bibit, bobot, bebet, den semua hal-hal yang menyangkut tentangnya.
Katanya bebas kemana saja, tapi harus tetap bisa
dijangkau, masih didalam daerah, masih bisa dipantau bahkan masih bisa
ditemukan kalo dicari.
Katanya...hmm...aku benci “katanya”, sesuatu yang tidak
pasti yang semakin memburamkan makna kebebasan.
Aku tak yakin ada orang yang betul-betul sudah bebas,
sudah merdeka.
Mereka semua masih dibawah kebobrokan negeri yang penuh
dengan “katanya”.
Yah...tak kupungkiri, termasuk aku.
Aku gadis 18 tahun, yang katanya sudah bebas berekspresi sesuai mauku karena aku sudah
dewasa. Tapi, kenyataannya kebebasan itu tak ada apa-apanya saat harus
berhadapan dengan orang tua yang masih menganggapku anak kecil.
Pada masalah tertentu orang tua akan berkata “kamu
sudah dewasa, sudah 18 tahun, mestinya kamu sudah bisa menentukan dan mengurus
semuanya sendiri. Liat itu si anu, dia 17 tahun saja sudah bisa ini, bisa
itu...”apalah segala urusan yang bisa membantu kegiatan orang tua.
Tapi di saat lain orang tua akan berkata “jangan, kamu
belum tau yang mana benar dan yang mana salah” atau “kamu itu kalo dikasi tau
ngeyel, kamu itu masih anak-anak tau apa sih” atau apa sajalah yang bisa
mematahkan alasan seorang anak untuk berekspresi.
Lalu, dimana letak kebebasan?
Apa kebebasan hanya dimiliki oleh orang-orang
pemberontak yang melawan tanpa memakai hati nurani?
Yah...kuingat seseorang pernah berkata begini “melawan
sedikitlah wahai kartini”
Melawan, jadi kebebasan itu bisa didapatkan jika kita
bisa melawan, jika kita bisa berontak dan jika kita bisa frontal.
Aku ingin melakukan itu, tapi yang kuhadapi bukan teman
sebayaku, bukan seniorku, bukan dosenku, bukan guruku, bukan pacarku tapi orang
tuaku.
Manusia yang harus kusembah setelah Tuhan. Manusia yang
tak mungkin kulawan meski aku merasa benar. Manusia yang tak mungkin kubantah
meski aku memang benar. Manusia yang tak mungkin kuberontaki meski aku benar.
Seseorang pernah meyakinkanku untuk sesekali
memberontak untuk hal-hal yang sudah jelas memang benar, tapi aku tak bisa.
Dan mungkin karena itulah, aku tetap tak bisa merasakan
arti dari kebebasan.
Hingga detik aku menulis catatan ini, kebebasan itu
masih buram...sangat buram, dan aku masih berfikir KEBEBASAN ITU BULLSHIT!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar